📚 Review Buku Menikmati Hidup – Ahmad Rifa’i Rif’an : Sebuah Buku untuk Kita yang Sudah Terlalu Sibuk Mengejar, Sampai Lupa Menikmati


“Kadang kita terlalu sibuk membuktikan diri, sampai lupa bahwa hidup juga perlu dinikmati.”
– Ahmad Rifa’i Rif’an

Hidup modern seringkali membuat kita merasa seperti sedang berlomba tanpa garis akhir. Target demi target, pencapaian demi pencapaian—tapi entah kenapa, rasa bahagia justru menjauh. Buku Menikmati Hidup hadir seperti oase di tengah kegersangan itu. Menyajikan perspektif baru bahwa kita tak selalu harus berlari; kadang justru perlu diam dan meresapi.

📖 Tentang Buku

⦿ Judul: Menikmati Hidup
⦿ Penulis: Ahmad Rifa’i Rif’an
⦿ Penerbit: Elex Media Komputindo
⦿ Tahun Terbit: 2022
⦿ Jumlah Halaman: 289 halaman
⦿ Genre: Non-fiksi, Self-Improvement, Refleksi Spiritual

🧠 Isi & Gagasan Utama: Pelan-pelan Saja, Tapi Sampai

1. Bahagia Itu Tidak Harus Rumit

Banyak dari kita yang menjadikan kebahagiaan sebagai sesuatu yang mewah: harus punya rumah besar, karier cemerlang, pasangan ideal. Tapi penulis menampar lembut dengan pertanyaan, “Apakah benar kita butuh semua itu untuk bisa bahagia?”

Bahagia bisa sesederhana:

  • Sarapan pagi tanpa tergesa-gesa.

  • Menghirup aroma hujan di sore hari.

  • Mengobrol santai tanpa gadget bersama orang tua.

Buku ini mengajak kita meng-upgrade cara bersyukur, bukan sekadar meng-upgrade gaya hidup.

2. Tidak Apa-Apa Tidak Hebat

Dunia hari ini membentuk narasi bahwa semua orang harus luar biasa. Kita pun terjebak dalam tekanan untuk terlihat menonjol, tampil cerdas, dan punya cerita “wah”.

Padahal, kata penulis: menjadi manusia biasa itu tidak salah.
Kita tidak harus viral untuk berharga. Tidak harus kaya untuk layak dicintai.
Buku ini memberi ruang lega bagi jiwa yang lelah menjadi “hebat” di mata orang lain.

"Karena hidup bukan soal siapa yang lebih terlihat, tapi siapa yang lebih damai menjalaninya."

3. Kesendirian Bukan Kutukan, Tapi Kesempatan

Ada bab khusus yang menenangkan bagi mereka yang merasa kesepian. Penulis tidak meromantisasi kesendirian, tapi mengajak kita untuk tidak terlalu takut menghadapinya.

Kesendirian seringkali membuat kita bertemu dengan diri sendiri yang selama ini kita abaikan.
Dalam sepi, kita belajar mendengar:

  • Suara hati yang jujur.

  • Luka yang belum sembuh.

  • Impian yang pernah dikubur.

Dan dari sanalah, proses pemulihan dimulai.

4. Lambat Bukan Berarti Gagal

Kita hidup dalam budaya “cepat”: karier harus naik sebelum 30, menikah sebelum 35, sukses sebelum 40. Tapi siapa yang bikin aturan itu?

Ahmad Rifa’i Rif’an meyakinkan kita: setiap orang punya waktu dan musimnya masing-masing.
Kita tidak tertinggal, kita hanya sedang berjalan di jalur yang berbeda.

"Jalan hidup bukan lomba. Kadang, yang pelan justru lebih menikmati pemandangan."

5. Ukuran Hidup Bukan Milik Orang Lain

Ini mungkin poin paling relevan di era media sosial: kita mudah merasa “kurang” karena melihat pencapaian orang lain.
Tapi penulis mengingatkan: bandingkan dirimu dengan dirimu sendiri di masa lalu. Bukan dengan orang lain yang kita tak tahu perjuangannya.

Ukuran hidup kita bukan like, views, atau gaji.
Ukuran hidup kita adalah:

  • Seberapa damai tidur malam ini.

  • Seberapa bersyukur menyambut pagi.

  • Seberapa jujur kita menjalani hari.


💭 Kutipan yang Menghantam Jiwa

“Kalau kamu ingin tahu dirimu tumbuh atau tidak, jangan pakai baju orang lain. Pakailah baju lamamu, lalu lihat, apakah masih cukup?”

Kalimat ini sederhana, tapi membuka mata. Kita sering menilai diri dengan standar eksternal. Padahal yang paling tahu perubahan kita… ya diri sendiri.


🎯 Buku Ini Cocok Untuk Siapa?
  • Kamu yang sedang merasa gagal atau stagnan.

  • Kamu yang sering membandingkan hidup dengan orang lain.

  • Kamu yang ingin belajar menyederhanakan kebahagiaan.

  • Kamu yang lelah berlari dan ingin istirahat sejenak.

Buku ini bisa jadi pelukan hangat yang membuatmu berkata:

“Ternyata aku baik-baik saja. Aku hanya lupa caranya menikmati hidup.”

Menikmati Hidup bukan buku motivasi yang memaksa. Ia seperti seorang bijak yang duduk di sebelah kita, mendengarkan, lalu berkata pelan:

“Tidak apa-apa kalau hari ini tidak produktif. Tidak apa-apa kalau kamu merasa biasa-biasa saja. Hidup bukan tentang menjadi hebat. Tapi tentang menjadi utuh.”

Buku ini menyembuhkan, tidak dengan teori rumit—tapi dengan kata-kata yang tulus, lembut, dan jujur.

-----------------------------

Rating: ⭐⭐⭐⭐☆ (4.5/5)
Sangat direkomendasikan untuk kamu yang ingin lebih tenang, lebih damai, dan lebih sadar akan makna hidup.

Pelankan hidupmu. Nikmati langkah-langkah kecilnya. Karena di sanalah letak keindahannya.” 

Komentar