๐Ÿ“š Review Buku: Mengajar Seperti Finlandia : :Finlandia Tidak Ajaib, Kita Saja yang Terlalu Terburu-buru"


Bayangkan sekolah tanpa PR yang menumpuk, tanpa ulangan setiap minggu, dan tanpa guru yang kelelahan. Bayangkan anak-anak bisa istirahat tiap 45 menit, guru punya waktu untuk hidup, dan ruang kelas jadi tempat bahagia, bukan ruang tegang. Semua ini nyata. Tapi bukan di Indonesia. Ini terjadi di Finlandia. Dan buku ini membocorkan rahasia mengapa sistem pendidikan mereka bisa sesantai itu—tapi justru jauh lebih berhasil.

๐Ÿงญ Sinopsis Singkat

Timothy D. Walker, seorang guru asal Amerika, pindah mengajar ke Finlandia dan terkejut: sekolah di sana sangat berbeda dari apa yang ia kenal. Tidak ada tekanan tinggi, siswa lebih rileks, dan guru tidak lembur hingga malam. Lewat 33 strategi yang disarikan dari pengalamannya, Timothy menunjukkan bahwa mengajar tidak harus melelahkan, dan belajar tidak harus menyiksa. Buku ini membongkar kebiasaan sederhana di Finlandia yang bisa diadaptasi oleh guru-guru di mana pun, termasuk di Indonesia.

5 Poin Penting yang Bikin Kita Berpikir Ulang Tentang Cara Mengajar:

1. ๐Ÿ“•Istirahat Otak Bukan Pelarian, Tapi Strategi Pembelajaran

Di Finlandia, anak-anak diberi waktu istirahat 15 menit setiap 45 menit belajar. Ini bukan cuma soal jeda, tapi soal memberi ruang otak untuk mencerna informasi. Dibanding menjejalkan pelajaran terus-menerus, Finlandia justru mempercayai bahwa dengan ritme belajar yang sehat, siswa akan menyerap pelajaran lebih dalam dan tidak cepat burnout.

2. ๐Ÿ“—Kesejahteraan Guru = Kesehatan Mental Sekolah

Guru di Finlandia tidak lembur mengoreksi tumpukan tugas atau sibuk mengisi laporan digital sampai larut malam. Kenapa? Karena sistemnya sudah dirancang untuk efisien dan manusiawi. Beban administrasi dipangkas, kepercayaan kepada guru tinggi. Di Indonesia, banyak guru sibuk dengan hal-hal yang jauh dari hakikat mengajar—dan itu merusak kualitas hidup sekaligus mutu pembelajaran.

3. ๐Ÿ“˜Belajar dengan Bergerak: Siswa Bukan Robot Duduk

Di banyak kelas Finlandia, siswa boleh berdiri, berjalan, atau bahkan belajar sambil bermain. Ini bukan kelas berantakan, tapi kelas yang adaptif. Anak-anak dengan energi tinggi tidak dipaksa duduk diam. Mereka justru dilibatkan aktif. Di Indonesia, siswa yang banyak gerak kadang dianggap mengganggu, padahal mungkin itu cara mereka menyerap pelajaran.

4. ๐Ÿ“™Kemandirian dalam Belajar, Bukan Sekadar Disuruh-Suruh

Di Finlandia, siswa diajak membuat keputusan. Mau mengerjakan tugas dengan cara A atau B? Mau belajar dari buku atau dari proyek nyata? Ketika diberi pilihan, anak-anak belajar bertanggung jawab. Di sekolah kita, masih banyak model "guru berbicara, siswa mencatat". Kemandirian seharusnya jadi bagian dari proses sejak dini, bukan menunggu sampai kuliah.

5. ๐Ÿ“šMengajar Bukan Jadi Superhero, Tapi Jadi Manusia Seutuhnya

Guru di Finlandia tidak dipuja sebagai pahlawan yang harus rela mengorbankan hidupnya. Mereka dihargai sebagai profesional yang juga punya kehidupan pribadi. Timothy menekankan bahwa guru yang seimbang hidupnya, yang punya waktu untuk keluarga dan hobinya, akan lebih efektif saat mengajar. Di Indonesia, guru yang pulang tenggo kadang dianggap malas. Padahal, istirahat guru adalah investasi energi untuk hari berikutnya.


Berikut beberapa kutipan inspiratif dari buku Mengajar Seperti Finlandia karya Timothy D. Walker, yang menggambarkan filosofi pendidikan Finlandia yang menekankan kesejahteraan, kemandirian, dan kebahagiaan dalam proses belajar-mengajar:

๐ŸŒฟ Tentang Kesejahteraan dan Keseimbangan

๐Ÿ“”“You're not a human doing; you're a human being.”
(Kamu bukan mesin yang hanya bekerja; kamu adalah manusia yang hidup.) 

Kutipan ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, terutama bagi para guru.

๐Ÿ“”“Strategi paling penting dalam buku ini sebenarnya adalah sesuatu yang paling sederhana: Jangan lupa bahagia.” 

Walker mengingatkan bahwa kebahagiaan adalah elemen kunci dalam proses pendidikan yang efektif.


๐Ÿง  Tentang Pembelajaran yang Efektif

๐Ÿ“”“The person who does the work does the learning.”
(Orang yang melakukan pekerjaan adalah orang yang belajar.) 

Menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar untuk mencapai pemahaman yang mendalam.

๐Ÿ“”“Learning is supported by a peaceful and friendly working atmosphere.”

(Pembelajaran didukung oleh suasana kerja yang damai dan bersahabat.) 

Menciptakan lingkungan belajar yang tenang dan menyenangkan sangat penting untuk mendukung proses pembelajaran.


๐ŸŒฑ Tentang Kemandirian dan Tanggung Jawab

๐Ÿ“”“Rasa kemandirian merupakan bahan kegembiraan.” 

Walker menekankan bahwa memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengambil keputusan dalam belajar dapat meningkatkan kebahagiaan dan motivasi mereka.


๐ŸŒˆ Tentang Hubungan dan Rasa Memiliki

๐Ÿ“”“Guru perlu duduk di kursi siswa yang berbeda-berbeda setiap harinya. Ini juga masuk dalam metode pendekatan pada siswa dan membuat guru lebih efektif dalam memahami siswa seluruhnya.” 

Dengan mendekatkan diri secara fisik dan emosional kepada siswa, guru dapat membangun hubungan yang lebih kuat dan memahami kebutuhan individu setiap siswa.


Kutipan-kutipan ini mencerminkan pendekatan pendidikan Finlandia yang menekankan kesejahteraan, kemandirian, dan hubungan yang kuat antara guru dan siswa. Buku ini mengajak kita untuk merenungkan kembali praktik pendidikan kita dan mempertimbangkan bagaimana kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih manusiawi dan efektif.

***

Pendidikan yang baik bukan soal siapa paling cepat menghafal atau paling banyak PR, tapi soal siapa yang tumbuh jadi manusia utuh. Finlandia membuktikan bahwa pendidikan bisa dijalankan dengan bahagia, tenang, dan tetap menghasilkan siswa yang cerdas serta mandiri.

Buku ini bukan hanya membahas strategi mengajar, tapi juga mengajak kita merenung: Apakah sistem kita terlalu keras, terlalu terburu-buru, dan terlalu menekan semua pihak—guru, siswa, bahkan orang tua? Mungkin ini saatnya kita berhenti membandingkan anak-anak kita dengan ranking, dan mulai membentuk ruang belajar yang benar-benar mendukung tumbuh kembang mereka.

Kalau kamu seorang guru, orang tua, mahasiswa pendidikan, atau siapa pun yang peduli pada masa depan anak-anak—buku ini wajib dibaca. Ia mengajak kita membayangkan ulang sekolah, sebagai tempat yang bukan hanya mendidik… tapi juga menghidupkan.

Komentar