Film terbaru produksi Come and See Pictures, Legenda Kelam Malin Kundang, resmi tayang di bioskop Indonesia sejak Kamis (pekan ini). Mengusung genre misteri psikologis dengan balutan horor, film ini menghadirkan tafsir baru atas legenda Malin Kundang yang lebih kelam, personal, dan relevan dengan realitas masa kini.
Meski berada di bawah bendera rumah produksi Joko Anwar, film ini tidak disutradarai langsung oleh Joko Anwar. Kursi sutradara dipercayakan kepada Raffi Hidayat dan Kevin Raharjo, dua sineas debutan. Sementara Joko Anwar terlibat sebagai penulis naskah, produser, eksekutif produser, sekaligus editor.
Sinopsis Singkat: Amnesia dan Identitas yang Terpecah
Film ini mengikuti kisah Alif (Rio Dewanto), seorang pelukis mikro yang mengalami amnesia setelah kecelakaan mobil. Dalam kondisi kehilangan ingatan, Alif berusaha memahami kembali hidupnya, termasuk relasi yang memburuk dengan istrinya, Nadin (Faradina Mufti).
Konflik muncul ketika seorang perempuan (diperankan Vonny Anggraini) datang mengaku sebagai ibu kandung Alif (Amak). Alif berada dalam dilema karena tidak memiliki memori untuk memverifikasi kebenaran klaim tersebut, meski sang perempuan mengetahui detail masa lalunya secara rinci.
Atmosfer Mencekam dan Skoring yang Kuat
Sejak adegan pembuka, Legenda Kelam Malin Kundang membangun atmosfer yang serius dan mencekam. Scoring musik garapan Yudi Arfani dan Zeke Khaseli hadir secara repetitif dan atmosferik, menciptakan nuansa distorting layaknya mimpi buruk.
Pendekatan visual dan tensi psikologisnya mengingatkan pada gaya film-film misteri surealis, dengan opening scene menggunakan sudut pandang orang pertama saat kecelakaan sebagai pintu masuk konflik utama.
Penampilan Vonny Anggraini sebagai sosok ibu misterius menjadi salah satu kekuatan utama film ini. Aktingnya tampil kuat, emosional, dan menghadirkan lapisan ketidakpastian yang membuat misteri terasa hidup.
Sementara Rio Dewanto berhasil membawa karakter Alif sebagai sosok yang rapuh, kebingungan, sekaligus menyimpan konflik batin yang dalam. Faradina Mufti juga tampil stabil sebagai istri yang terjebak dalam relasi dingin dan komunikasi yang buntu.
Selain relasi ibu dan anak, film ini memberi ruang besar pada konflik rumah tangga Alif dan Nadin. Menariknya, film ini menggunakan intimasi fisik sebagai bagian dari komunikasi emosional, bukan sekadar elemen sensasional.
Intimasi digambarkan sebagai bahasa non-verbal ketika kata-kata gagal menjembatani jarak batin. Setelahnya, dialog antar tokoh menjadi lebih terbuka, memperkuat sisi humanis yang menjadi ciri khas kuat dalam naskah Joko Anwar.
Paruh Kedua yang Didominasi Eksposisi
Memasuki paruh kedua, ritme cerita mengalami perubahan. Jika bagian awal membangun misteri secara aktif, pada bagian akhir jawaban lebih banyak disampaikan lewat vision, halusinasi, dan potongan ingatan.
Elemen kejutan khas film horor tetap hadir, namun sebagian terasa generik. Twist di bagian akhir menghadirkan nuansa kelam yang sesuai dengan judul, meski dampak emosionalnya tidak sedalam ketegangan di paruh pertama.
Dekonstruksi Legenda Malin Kundang dalam Perspektif Modern
Kekuatan utama film ini terletak pada keberaniannya mendekonstruksi legenda Malin Kundang menjadi konflik psikologis tentang identitas dan masa lalu.
Kutukan tidak lagi dimaknai secara harfiah, melainkan sebagai beban batin seorang perantau yang menolak asal-usulnya. Tema ini terasa relevan dengan realitas sosial masa kini—tentang rasa malu pada masa lalu, keinginan menjadi orang baru, hingga usaha mengubur akar identitas sendiri.
***
Secara keseluruhan, Legenda Kelam Malin Kundang merupakan film yang menawarkan pendekatan berbeda terhadap cerita rakyat Indonesia. Meski memiliki beberapa kelemahan di paruh kedua, film ini tetap layak diapresiasi karena keberaniannya dalam Mengolah legenda menjadi konflik psikologis modern, Mengangkat dinamika keluarga dan pernikahan secara realistis, Menghadirkan atmosfer misteri yang kuat dan tidak klise.
Skor: 7,5/10
Selama masih tayang di bioskop, film ini layak diberi kesempatan untuk ditemukan oleh lebih banyak penonton, terutama bagi pencinta film misteri psikologis Indonesia yang mencari tontonan dengan kedalaman emosi.
Komentar
Posting Komentar